SuaraPolitika.com, – Mantan anggota DPRD Sulteng, Yahdi Basma menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai belum benar-benar berpihak pada masyarakatnya.
Yahdi membeberkan, saat ini masih ada sekitar 3.500 jiwa penyintas bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi 28 September 2024 yang belum mendapatkan hunian layak dan masih ada empat yang bermukim di Hunian Sementara (Huntara), di antaranya Hutan Kota, Mamboro, Palu Utara.
Menurut Yahdi, dengan kapasitas volume postur APBD Kota Palu Rp 1,6 Triliun bisa mengatasi permasalahan hunian penyintas yang belum terselesaikan.
“Jangan karena pemerintah pusat menggelontorkan APBN untuk pemulihan pascabencana, kemudian pemerintah daerah kita harusnya tidak diam untuk tidak menggelontorkan APBD-nya sebagai pendamping penyelesaian warga terdampak bencana,” kata Yahdi Basma dikutip dari wawancara Podcast di akun Facebook Media Suara Palu.
Yahdi mencontohkan, sekitar Rp 25 Miliar digelontorkan untuk revitalisasi lapangan Vatulemo. Dimana sebelumnya juga sudah dipoles oleh pemerintah sebelumnya di bawah kepemimpinan wali kota Hidayat, ketika itu sekitar Rp 16 Miliar.
Lapangan Vatulemo di zaman Wali Kota Palu Hidayat belum lama direhab, kemudian berganti ke Wali Kota Hadianto Rasyid lapangan Vatulemo direhab lagi.
Seandainya Rp 25 Miliar itu full untuk mengatasi problem terbengkalai beberapa hal pascabencara 28 September 2018, dimana Hadianto Rasyid terpilih pada 2020 dilantik Februari 2021, maka akan ribuan warga terdampak bencara sejak tahun 2021 awal sudah bebas dari keterpurukannya selama ini. “Sampai saat ini para penyintas sudah lima tahun setengah masih terlunta-lunta di Huntara,” ujarnya.
Yahdi mengungkapkan, aspek manusia jauh lebih penting daripada semua hal, bereskan dulu manusianya baru permak infrastrukturnya. Jalan mulus, drainase itu memang penting, lapangan, titik-titik ruang terbuka hijau juga penting, tapi jauh lebih penting memastikan bahwa masih ada ribuan manusia yang harus diangkat harkat dan martabatnya agar pulih dari sebelum bencana.
“Tradisi politik tidak produktif, harusnya pemimpin terpilih tidak boleh lagi menengok kebelakang sisa-sisa kontestasi. Dalam beberapa pemimpin, ada program monumental dibangun oleh pemimpin sebelumnya, kemudian pemimpin yang baru menghilangkan monumen yang dibangun pemimpin sebelumnya,” terangnya./*