Palu, Suarapolitika.com – Kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) turut menyoroti keberadaan jalan kebun kopi di Provinsi Sulawesi Tengah yang seakan tidak pernah selesai dikerjakan. LSM mengkritik penggunaan dana APBN yang terus-menerus dialokasikan untuk penanganan jalan nasional tersebut.
Harsono Bareki, Koordinator LSM KRAK (Koalisi Rakyat Anti Korupsi) Sulawesi Tengah menyatakan, proyek jalan kebun kopi sangat wajar jika mendapat stigma “proyek abadi” dari masyarakat. Sebab proyek ini seolah menjadi mata pencarian tetap bagi oknum dan kelompok-kelompok tertentu.
“Kami minta agar suplai anggaran dan pekerjaan jalan kebun kopi dihentikan dulu sementara. Setiap tahun negara membiayai jalan itu. Dari tahun 90-an hingga sekarang, penanganannya terus dilakukan. Longsor dan longsor lagi,” desak Harsono Bareki kepada wartawan di Palu, Kamis (8/8/2024).
Penanganan jalan kebun kopi tidak pernah tuntas. Anggarannya selalu disiapkan setiap tahun. Harsono mengibaratkan proyek ini seperti cerita telenovela yang memiliki banyak episode.
Bahkan, KRAK pernah melaporkan dugaan ketidakbecusan pekerjaan jalan kebun kopi ke aparat penegak hukum (APH). Laporan itu hampir dua tahun lalu, namun belum ada tindaklanjut.
“Selain ke APH, laporan juga kami sampaikan ke Inspektorat Kementerian PUPR di Jakarta,” ungkapnya.
Dikatakan, solusi untuk jalan kebun kopi sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun silam. Namun, para pemangku kebijakan di Provinsi Sulawesi Tengah enggan mewujudkan itu. Termasuk wakil rakyat asal Sulteng yang duduk di Senayan, juga setengah hati memperjuangkan solusi jalan kebun kopi.
“Ini bicara keberpihakan dan cari keuntungan. Memang agak berat bagi orang-orang yang sudah bergelut dengan kenyamanan,” sindir Harsono.
Jalan kebun kopi tegas Harsono, harus dipindahkan atau diarahkan ke tempat lain. Mesti ada solusi yang jelas. Sekalipun jalur yang dilintasi merupakan area konservasi atau hutan lindung, jika itu demi kepentingan masyarakat luas, maka negara harus hadir.
“Kasihan negara dan masyarakat yang menggunakan jalan kebun kopi. Sementara yang dapat untung adalah mereka yang kecipratan pekerjaan proyek kebun kopi yang ada setiap tahun,” ketusnya menambahkan.
Harsono juga menyindir tenaga profesional di Sulawesi Tengah yang seakan cuek dengan jalan kebun kopi. Padahal banyak insinyur hebat yang bisa menangani masalah ini. Termasuk insinyur dan sarjana teknik yang bekerja di balai-balai Kementerian PUPR di wilayah Sulawesi Tengah.
“Saya tidak percaya kalau tenaga profesional yang merancang solusi jalan kebun kopi tidak ada di Sulawesi Tengah. Itu hanya alasan saja,” tandas Harsono./*