Morowali Utara β Polemik penutupan aliran sungai di Desa Tompira, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara (Morut), hingga kini belum menemukan titik terang. Persoalan ini semakin membingungkan warga, karena Dinas Perizinan Morut dinilai tidak menunjukkan ketegasan dalam menindak pelanggaran yang jelas-jelas telah terjadi di lapangan.
Sejumlah pihak terkait dari pemerintah daerah telah turun langsung untuk melakukan dialog dengan masyarakat dan meninjau kondisi lapangan. Dalam kunjungan tersebut, hadir Asisten I Pemerintah Daerah, Kasat Pol PP Morut, perwakilan dari Dinas Perizinan, Camat Petasia Timur, pemerintah desa Tompira, serta sejumlah warga yang terdampak.
Hasil peninjauan menemukan pelanggaran nyata berupa pembangunan di daerah aliran sungai (DAS) tanpa izin resmi. Bangunan tersebut tidak memiliki alas hak maupun Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang seharusnya menjadi syarat utama dalam mendirikan bangunan. Lebih parahnya lagi, meskipun sudah ada perintah dari pemerintah daerah untuk membongkar bangunan tersebut, pemilik justru mengabaikannya dan malah memperluas bangunan dengan menambah pondasi, sambil membelokkan aliran sungai demi kepentingan pribadi.
Ketidakadilan dalam Penerapan Kebijakan
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyuarakan kekecewaannya atas sikap pemerintah yang dianggap tebang pilih dalam menerapkan peraturan.
“Sebenarnya untuk apa ada PBG kalau tidak diterapkan untuk semua bangunan? Sudah tidak ada alas hak, tidak ada izin pula. Melanggar lagi, tapi tidak ada ketegasan dari dinas terkait,” ungkap salah satu warga saat diwawancarai pada 25 Februari 2025.
Menurut warga, sikap Dinas Perizinan Morut yang terkesan membiarkan pelanggaran ini berlangsung memberikan sinyal buruk bagi penegakan hukum dan keadilan di wilayah tersebut. Hal ini juga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat terhadap pemerintah daerah yang dinilai pilih kasih dalam menegakkan peraturan.
Ancaman Banjir dan Dampak Lingkungan Serius
Pelanggaran ini tidak hanya merugikan secara administratif, tetapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan. Warga khawatir, jika hujan deras melanda, daerah aliran sungai tersebut berpotensi meluap dan menyebabkan banjir.
Ancaman ini semakin diperparah dengan adanya aktivitas pertambangan di wilayah hulu sungai. Jika tidak segera ditangani, sedimentasi dan perubahan aliran air yang disebabkan oleh pertambangan bisa mempercepat terjadinya bencana banjir, yang bukan hanya mengancam pemukiman warga tetapi juga mengganggu usaha-usaha lokal di sekitar daerah tersebut.
Dinas Perizinan Bungkam, Warga Minta Ketegasan
Upaya untuk mendapatkan klarifikasi dari Kepala Dinas Perizinan Morowali Utara, Armansyah Abdul Pattah, hingga kini belum membuahkan hasil. Beberapa kali dihubungi oleh media, Armansyah enggan memberikan tanggapan. Saat dicoba dikonfirmasi langsung ke kantor Dinas Perizinan pun, yang bersangkutan tidak berada di tempat.
Sikap bungkam dari pihak Dinas Perizinan semakin memperkuat dugaan warga bahwa ada unsur pembiaran dalam kasus ini. Sejumlah warga meminta pemerintah daerah, khususnya Bupati Morowali Utara, turun tangan secara langsung untuk menyelesaikan persoalan ini dengan tegas dan adil.
Desakan Warga dan Harapan Penyelesaian Tegas
Warga berharap, pemerintah daerah dapat mengambil tindakan nyata dalam menyelesaikan permasalahan ini sebelum terjadi bencana yang lebih besar.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai ada korban dulu baru pemerintah bergerak. Kalau ada peraturan, harus diterapkan untuk semua, bukan hanya kepada yang kecil-kecil saja,” tegas salah seorang warga lainnya.
Masyarakat Desa Tompira berharap, penegakan hukum yang adil dan transparan bisa menjadi solusi utama. Pemerintah diharapkan segera membongkar bangunan yang melanggar, mengembalikan aliran sungai ke jalur semula, serta menindak tegas pihak-pihak yang membahayakan lingkungan demi kepentingan pribadi.
Penegakan Aturan Harus Menjadi Prioritas
Kasus ini menjadi cermin bagi pemerintah daerah Morowali Utara untuk lebih serius dalam menerapkan aturan yang berlaku. Persoalan ini bukan hanya soal izin bangunan, tetapi juga soal keberlangsungan lingkungan dan keselamatan warga yang tinggal di sekitar aliran sungai.
Jika tidak segera ditangani, ketidakadilan dalam penegakan hukum akan terus menciptakan keresahan dan memperbesar potensi bencana di masa depan. Warga kini menanti tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini secara adil dan transparan.