Inspektorat dan BKD Diminta Periksa Oknum Pejabat Eselon 2 Rangkap Jabatan BPD Koromatantu

  • Bagikan
Foto: illustrasi tangkap jabatan (IST)

Morowali Utara – Seorang oknum pejabat eselon 2 di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Morowali Utara (Morut) diduga merangkap jabatan sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Koromatantu. Dugaan ini semakin mencuat setelah muncul informasi bahwa pejabat tersebut jarang aktif dalam tugasnya di BPD namun tetap menerima gaji secara rutin.

Informasi yang dihimpun oleh media ini menyebutkan bahwa pejabat tersebut masih tercatat sebagai anggota BPD Koromatantu, meskipun telah menduduki jabatan eselon 2 di Pemda Morut. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas serta legalitas rangkap jabatan yang dilakukan oleh oknum tersebut.

Jarang Hadir Rapat dan Terima Gaji Buta

Menurut sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya, pejabat ini tidak maksimal menjalankan tugasnya sebagai anggota BPD secara aktif.

“Ada oknum pejabat eselon 2 tapi masih jadi anggota BPD Koromatantu. Jarang datang rapat, banyak maunya, dan cuma terima gaji buta,” ujar sumber tersebut kepada media ini, Minggu (3/3).

Jika benar adanya, kondisi ini jelas melanggar etika pemerintahan serta berpotensi menyalahi aturan perundang-undangan. BPD merupakan lembaga yang berfungsi untuk menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat desa, serta mengawasi jalannya pemerintahan desa. Seorang pejabat yang tidak menjalankan tugasnya tetapi tetap menerima gaji dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang.

Koromatantu, Desa Lingkar Tambang yang Kaya Dana CSR

Desa Koromatantu sendiri merupakan salah satu desa yang berada di kawasan lingkar tambang. Dengan adanya perusahaan tambang di sekitar wilayah tersebut, desa ini mendapatkan aliran dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang cukup besar, yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Selama ini, Kepala Desa Koromatantu dikenal cukup transparan dalam mengelola dana desa, termasuk dana CSR yang masuk ke desa. Namun, dalam kasus dugaan rangkap jabatan ini, pihak kepala desa belum memberikan tanggapan resmi. Saat media ini mencoba menghubungi kepala desa untuk meminta klarifikasi, yang bersangkutan belum dapat dihubungi hingga berita ini diterbitkan.

Rangkap Jabatan di Lingkup Pemerintahan, Legal atau Tidak?

Kasus rangkap jabatan di lingkungan pemerintahan sering kali menjadi sorotan karena berpotensi melanggar aturan kepegawaian dan kode etik aparatur sipil negara (ASN). Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa anggota BPD dipilih dari dan oleh masyarakat desa. Seorang pejabat eselon di Pemda, yang notabene merupakan bagian dari birokrasi pemerintahan daerah, seharusnya tidak bisa merangkap sebagai anggota BPD karena adanya konflik kepentingan.

Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), seorang ASN yang menduduki jabatan struktural tidak diperbolehkan merangkap jabatan di luar tugas kedinasannya tanpa izin dari atasan langsung. Jika terbukti terjadi pelanggaran, pejabat tersebut bisa dikenai sanksi administratif, bahkan hingga pemberhentian dari jabatannya.

Menunggu Klarifikasi dari Pihak Terkait

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pejabat yang bersangkutan maupun dari Pemerintah Daerah Morowali Utara mengenai dugaan rangkap jabatan ini. Publik tentu menunggu kejelasan terkait kasus ini, mengingat hal ini menyangkut tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang, termasuk Inspektorat Daerah dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Morowali Utara, untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Jika terbukti terjadi pelanggaran, maka langkah tegas harus diambil untuk menegakkan aturan dan menjaga kredibilitas pemerintahan daerah.

Media ini akan terus berupaya mendapatkan klarifikasi dari pihak-pihak terkait guna memastikan informasi yang berimbang dan akurat. Masyarakat pun diharapkan terus mengawal isu ini agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang merugikan kepentingan publik.

(Tim Redaksi)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *