Jakarta – Mantan staf anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Muhammad Fithrat Irfan, mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyerahkan bukti tambahan terkait dugaan skandal suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI unsur DPD RI.
Irfan mengklaim bahwa ada 95 nama senator yang diduga terlibat dalam aliran dana suap tersebut. “Nama-namanya itu yang diduga, yang terlibat disinyalir dananya mengalir ke mereka itu, saya sudah serahkan ke bagian Dumas KPK,” ujar Irfan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/3/2025).
Selain itu, Irfan juga melaporkan dugaan keterlibatan mantan Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, sebagai penyedia dana suap dalam pemilihan posisi wakil ketua MPR RI. “Iya penyedia anggaran. Kalau menurut percakapan dan telepon saya, antara Ahmad Ali dan saya itu,” tambah Irfan.
Ahmad Ali Bantah Keras Tuduhan Suap
Menanggapi laporan tersebut, Ahmad Ali pun angkat bicara melalui akun media sosial Facebooknya pada Sabtu, 8 Maret 2025, sekitar pukul 02.30 WITA. Dalam unggahannya, Ahmad Ali membantah tuduhan yang dilayangkan oleh Muhammad Fithrat Irfan. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah terlibat dalam praktik suap-menyuap terkait pemilihan pimpinan MPR RI.
“Hari ini saya dapat kabar bahwa saya dilaporkan ke KPK oleh seseorang yang merasa dirinya bahwa dialah penjaga kebenaran,” tulis Ahmad Ali dalam unggahannya.
Ali juga menyebut bahwa dasar laporan yang disampaikan Irfan adalah rekaman percakapan telepon yang dilakukan tanpa seizinnya. Dalam rekaman tersebut, dirinya memang sempat menyebutkan bahwa pemilihan pimpinan MPR RI menggunakan uangnya. Namun, Ali menjelaskan bahwa pernyataan itu sengaja ia lontarkan sebagai bentuk pengujian terhadap Irfan.
“Pernyataan itu sengaja saya lontarkan kepada yang bersangkutan apakah orang tersebut memiliki nurani atau tidak, karena sesungguhnya dia adalah penipu dan saya orang yang ditipunya,” lanjutnya.
Meski demikian, Ahmad Ali mengaku tidak mempermasalahkan tindakan Irfan di masa lalu karena menganggapnya sebagai sesama anak daerah Sulawesi Tengah yang mungkin terpaksa melakukan perbuatan tersebut. Namun, ia merasa kecewa dengan langkah Irfan yang dinilai justru merugikan sesama putra daerah.
“Saya sedih ketika mendengar dan membaca beberapa pernyataannya yang ingin saling menjatuhkan sesama anak Sulteng,” tulisnya.
Lebih lanjut, Ali justru meminta KPK untuk menindaklanjuti laporan tersebut agar semuanya menjadi terang benderang. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menjadi pemodal dalam pemilihan pimpinan MPR RI.
“Saya yakin tidak pernah terjadi bayar-membayar dalam proses itu. Apalagi saya dituduh sebagai pemodal dalam proses itu hanya karena pernyataan saya kepada yang bersangkutan,” jelasnya.
Ali juga menyatakan bahwa saat pemilihan pimpinan MPR RI berlangsung, ia tengah berada di Kabupaten Parigi Moutong dalam rangkaian pemilihan gubernur Sulawesi Tengah. Oleh karena itu, ia mempertanyakan bagaimana mungkin dirinya bisa menjadi penyedia dana suap dalam pemilihan tersebut.
“Saat proses pemilihan tersebut kami sedang berada di Kabupaten Parigi Moutong dalam proses pemilihan gubernur waktu itu. Jadi mana mungkin saya menjadi pemodal dan mana mungkin terjadi transaksi?” ujarnya.
Dalam akhir pernyataannya, Ahmad Ali menyebut bahwa tuduhan yang diarahkan kepadanya kemungkinan besar merupakan bagian dari skenario pihak tertentu yang memiliki kepentingan tertentu dalam kasus ini.
“Kalau ada yang mengatakan terjadi transaksi pada pemilihan pimpinan lembaga, berarti orang di belakang adindaku ini pernah melakukan hal tercela tersebut,” tulisnya.
Ali pun menasihati Irfan agar berhati-hati dalam bertindak dan tidak mudah dimanfaatkan oleh pihak lain. “Sabar saja… semoga Adinda sadar bahwa kamu sedang dimanfaatkan untuk kepentingan orang-orang tertentu, dan kamu memperlihatkan watakmu yang sesungguhnya, yang itu akan menuntunmu menuju jalan buntu,” tutupnya.