Morowali Utara, – Penyelewengan dana desa kembali terjadi di Kabupaten Morowali Utara. Kali ini, Bendahara Desa Peonea, Kecamatan Mori Atas, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana desa senilai Rp 648.692.101.
Berdasarkan hasil penyelidikan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Morowali Utara, dana desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat justru dialihkan oleh bendahara untuk investasi bodong dan pembayaran utang pribadi di salah satu bank. Aksi ini dilakukan selama dua tahun anggaran, yaitu tahun 2023 dan 2024, hingga akhirnya terungkap oleh pihak berwenang.
Kasus ini membuka mata publik bahwa penyelewengan dana desa masih menjadi masalah serius di banyak daerah. Dana desa yang bertujuan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat justru dijadikan ladang keuntungan pribadi oleh oknum perangkat desa.
Bendahara Desa Peonea Tertipu Investasi Crypto
Kanit Tipikor Polres Morowali Utara, IPTU Mas’ud Amara, S.Sos, saat dikonfirmasi, mengungkapkan bahwa tersangka tergiur dengan investasi bodong berbasis jual beli crypto melalui aplikasi daring.
“Dana desa digunakan untuk investasi di aplikasi crypto dengan janji keuntungan 10 persen. Namun, platform tersebut sudah ditutup sejak awal tahun 2024,” ujar IPTU Amara pada Kamis (14/3).
Investasi ilegal semacam ini memang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dengan modus menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat. Namun, pada akhirnya, banyak pelaku yang mengalami kerugian besar, termasuk bendahara Desa Peonea yang akhirnya harus berurusan dengan hukum.
Modus Korupsi Dana Desa Peonea: Pemburu Rente yang Memanfaatkan Jabatan
Kasus korupsi ini menjadi gambaran bahwa praktik pemburu rente terus berulang akibat lemahnya sistem pengawasan dan minimnya transparansi dalam pengelolaan dana desa.
Pemburu rente adalah individu yang mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan kekuasaan atau pengaruh mereka untuk mendapatkan perlakuan istimewa atau keuntungan ekonomi, tanpa menciptakan nilai tambah bagi masyarakat. Dalam hal ini, bendahara Desa Peonea dengan berani menggunakan anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan warga untuk kepentingan pribadinya.
Selama dua tahun anggaran, dana desa yang seharusnya dikelola secara transparan justru dimainkan untuk investasi ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan dana desa masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Benarkah Kepala Desa Peonea Tidak Terlibat?
Meski bendahara desa telah ditetapkan sebagai tersangka, publik mempertanyakan apakah kasus ini hanya melibatkan satu orang. Sebab, dalam mekanisme pencairan dana desa, Kepala Desa dan Bendahara Desa memiliki peran yang tidak terpisahkan.
Prosedur pencairan dana desa mencakup beberapa tahapan penting:
1. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana (RPD) – Dokumen ini harus dibuat sebelum pencairan dana dilakukan.
2. Persetujuan dan Penandatanganan – Pencairan dana dari rekening kas desa wajib mendapatkan tanda tangan Kepala Desa dan Bendahara Desa.
3. Pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) – Setelah dana digunakan, perangkat desa harus menyusun SPJ yang juga ditandatangani oleh Kepala Desa atau Sekretaris Desa.
Dengan prosedur yang demikian ketat, sulit membayangkan bahwa praktik korupsi ini hanya melibatkan satu orang. Publik pun mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk Kepala Desa Peonea.
Jika ada indikasi keterlibatan pejabat desa lainnya, maka penegak hukum diharapkan bertindak tegas untuk menindak semua pihak yang terlibat.
Polisi Diminta Mengusut Kasus Ini Secara Transparan
Kasus korupsi dana desa seperti ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat yang seharusnya mendapat manfaat dari dana tersebut. Oleh karena itu, masyarakat berharap agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan menyeluruh, tanpa ada pihak yang dilindungi.
“Kami meminta agar aparat penegak hukum bekerja secara profesional. Jika memang ada keterlibatan kepala desa atau pihak lain, mereka juga harus bertanggung jawab,” ujar salah satu warga Desa Peonea yang enggan disebutkan namanya.
Korupsi dana desa sudah menjadi masalah serius di banyak daerah, dan kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan yang lebih ketat sangat dibutuhkan agar kejadian serupa tidak terulang.
Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta masyarakat dapat lebih waspada dalam mengawasi penggunaan dana desa agar benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi para pemburu rente.