MORUT- Matahari belum tampak, namun perlahan ia mendorong perahunya, melepaskan tali pengait dan perlahan mulai mendayung, mata pancing mulai ia sebarkan.
Ia adalah Ahludin, seorang nelayan di desa Tokonanaka, yang menggantungkan hidupnya dari memancing ikan di wilayah perairan Teluk Tomori.
Sejak pukul 05.00 Wita sampai pukul 07.35 Wita, baru ada 1 ekor ikan kecil yang berhasil di pancing. Rasanya sedih harus pulang dengan hampa, keluarganya menunggu dirumah dengan harapan, Ahludin bisa menangkap banyak ikan.
“Untuk makan saja susah pak, apalagi untuk kami jual. Dulu kami penjual ikan, sekarang terkadang kami harus beli ikan,”ungkapnya kepada media ini. Senin, 24 Maret 2025
Lebaran Idul Fitri sebentar lagi, tentu ia dan keluarga berharap bisa mendapatkan hasil yang lebih. Umur yang kian menua, membuatnya tidak punya pilihan selain sebagai nelayan.
Lalu lalangnya kapal perusahaan di wilayah laut desa Tokonanaka, membuat hidupnya berubah drastis. Seolah alam ini tidak adil baginya.
Begitulah cerita para nelayan di Teluk Tomori kabupaten Morowali Utara. Adanya kapal perusahaan membuat lingkungan laut tercemar, rompong nelayan rusak, tumpahan oli membuat persoalan kian menambah buruknya keadaan.
Sudah berulang kali mereka bersuara, sudah dilakukan pengambilan sampel, namun semuanya seolah sia-sia, tidak ada perubahan dan penanganan yang dilakukan.
Ahludin dan sejumlah nelayan desa Tokonanaka, seolah luput dari perhatian, mereka adalah desa yang disebut ring 1 perusahaan tambang, namun hanya mendapatkan dampak, tidak pernah ada tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungan.
Wakil rakyat di DPRD Morowali Utara dinilai bungkam terhadap persoalan nelayan desa Tokonanaka.