oleh

Kesenjangan Ketenagakerjaan dan Lemahnya Pengawasan Disnaker Morut

Morowali Utara —Persoalan ketenagakerjaan kembali mencuat ke permukaan. Kesenjangan gaji antara tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing (TKA) di sektor industri tambang dan smelter menjadi perhatian serius DPRD Morowali Utara saat melakukan konsultasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) di Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, DPRD Morowali Utara menyampaikan empat isu utama yang dikeluhkan oleh Aliansi Serikat Pekerja Morowali Utara, salah satunya mengenai ketimpangan upah antara pekerja lokal dan TKA pada posisi kerja yang sama di perusahaan.

Ketua DPRD Morowali Utara, Warda Dg Mamala, menegaskan bahwa ketimpangan tersebut menjadi salah satu pemicu ketegangan antara pekerja dan perusahaan, bahkan pernah memicu tragedi di kawasan industri beberapa waktu lalu.

“Perusahaan menerapkan gaji berbeda pada skill yang sama. TKAnya bisa mendapat dua kali lipat dibandingkan pekerja lokal. Ini jelas menimbulkan rasa ketidakadilan,” ujar Warda.

Selain itu, DPRD juga menyoroti lemahnya penerapan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), belum diterapkannya cuti family visit, serta tidak tegasnya sanksi terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan.

Namun, yang paling disayangkan, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Morowali Utara tidak ikut serta dalam konsultasi tersebut. Padahal, lembaga ini memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam pengawasan dan perlindungan hak-hak pekerja di daerah.

Ketiadaan Disnaker dalam agenda penting tersebut memunculkan tanda tanya besar tentang sejauh mana keseriusan OPD menjalankan fungsi pengawasannya. Kondisi di lapangan menunjukkan, masih banyak perusahaan yang membayar upah di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Morowali Utara tahun 2025, yang telah ditetapkan sebesar Rp 3.925.456, tertinggi di Sulawesi Tengah.

Minimnya penegakan aturan membuat berbagai pelanggaran ketenagakerjaan luput dari tindak lanjut. Padahal, menurut DPRD, berbagai rekomendasi telah disampaikan sebelumnya, namun keterbatasan kewenangan kabupaten dan lemahnya sinergi antarinstansi membuat hasilnya belum signifikan.

Situasi ini menegaskan perlunya Disnaker Morowali Utara memperkuat koordinasi lintas sektor, khususnya dengan Kesbangpol, Imigrasi, Kepolisian, dan TNI dalam pengawasan tenaga kerja asing. Sebab, penggunaan TKA tanpa izin atau tanpa laporan yang jelas dapat menimbulkan pelanggaran hukum dan memicu keresahan sosial di masyarakat.

Dengan kompleksitas masalah ketenagakerjaan yang ada, ketidakhadiran Disnaker dalam forum strategis tersebut menjadi simbol lemahnya komitmen pengawasan di tingkat daerah. DPRD pun menegaskan akan terus mengawal isu ini demi perlindungan tenaga kerja lokal serta keadilan di dunia industri Morowali Utara.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *