SUARAPOLITIKA.COM- Musik berdentum, tawa berderai, tubuh bergerak lincah di antara cahaya lampu neon, bukan pesta malam, bukan pula konser musik. Inilah kelas Zumba, fenomena gaya hidup yang sedang digandrungi generasi milenial hingga kalangan ibu-ibu mulai dari kota-kota besar Indonesia hingga ke pelosok desa.
Dari luar, suasananya tak jauh berbeda dengan clubbing. Lampu warna-warni menyorot ke segala arah, beat Latin bercampur EDM mengisi ruangan, dan puluhan orang tampak bergerak serempak mengikuti instruktur di panggung. Bedanya, di sini tidak ada botol minuman berderet, yang ada hanya handuk kecil, botol air mineral, dan semangat yang tumpah ruah. Kini bukan hanya di studio tetapi digelar ditaman kota hingga ramai jadi selebrasi baru di media sosial.
Zumba bukan sekadar olahraga kardio. Ia telah menjelma menjadi gaya hidup baru yang memadukan seni, budaya, dan komunitas. Diperkenalkan oleh instruktur kebugaran asal Kolombia, Alberto “Beto” Perez, di akhir 90-an, Zumba kini sudah mendunia. Dari pusat kebugaran, kafe sehat, hingga taman kota, musik penuh energi itu bergema, mengajak siapa pun untuk ikut bergerak. Indonesia pun tak luput dari demam ini.
Yang menarik, Zumba kini melampaui citra lamanya sebagai olahraga penurun berat badan. Di tengah ritme hidup urban yang serba cepat, kelas Zumba menjelma menjadi ruang terapi sosial. Peserta datang bukan hanya untuk membakar kalori, tapi juga untuk melepas stres, menambah teman, bahkan mengganti “nongkrong akhir pekan” dengan sesuatu yang lebih sehat dan fun.
“Kalau ikut Zumba, rasanya kayak party tapi sehat. Habis kelas, badan capek tapi hati senang,” ujar salah satu peserta dengan wajah masih berkeringat namun penuh senyum.
Fenomena ini semakin diperkuat oleh media sosial. Video singkat tentang koreografi Zumba dengan musik kekinian kerap viral, membuat lebih banyak anak muda penasaran dan ingin mencoba. Tak jarang, kelas Zumba bertransformasi menjadi semacam mini festival: ada sesi foto, merchandise komunitas, hingga kolaborasi dengan brand makanan sehat.
Lebih jauh, Zumba juga menjadi ruang inklusif. Tak ada syarat bentuk tubuh, usia, atau kemampuan menari. Semua orang bisa ikut, dari pekerja kantoran yang butuh relaksasi, ibu rumah tangga yang mencari hiburan, hingga mahasiswa yang ingin tetap fit tanpa harus berurusan dengan alat-alat gym.
Kini, Zumba bukan lagi sekadar olahraga. Ia adalah selebrasi hidup—tentang kebebasan bergerak, tentang musik yang membangkitkan semangat, tentang komunitas yang saling menyemangati. Dan setiap kali musik berdentum, langkah kaki menari, serta teriakan “woohoo!” terdengar, ada satu hal yang pasti: energi kebahagiaan sedang menular.
Salah satu yang terkenal di kota Palu adalah Yens Studio yang terletak di jalan Ramba lorong 1 yang di pandu oleh instruktur berpengalaman sekaligus owner Zin Yenny.
Yenni Zumba
Morta
Musik berdentum, tawa berderai, tubuh bergerak lincah di antara cahaya lampu neon, bukan pesta malam, bukan pula konser musik. Inilah kelas Zumba, fenomena gaya hidup yang sedang digandrungi generasi milenial hingga kalangan ibu-ibu mulai dari kota-kota besar Indonesia hingga ke pelosok desa.
Dari luar, suasananya tak jauh berbeda dengan clubbing. Lampu warna-warni menyorot ke segala arah, beat Latin bercampur EDM mengisi ruangan, dan puluhan orang tampak bergerak serempak mengikuti instruktur di panggung. Bedanya, di sini tidak ada botol minuman berderet, yang ada hanya handuk kecil, botol air mineral, dan semangat yang tumpah ruah. Kini bukan hanya di studio tetapi digelar ditaman kota hingga ramai jadi selebrasi baru di media sosial.
Zumba bukan sekadar olahraga kardio. Ia telah menjelma menjadi gaya hidup baru yang memadukan seni, budaya, dan komunitas. Diperkenalkan oleh instruktur kebugaran asal Kolombia, Alberto “Beto” Perez, di akhir 90-an, Zumba kini sudah mendunia. Dari pusat kebugaran, kafe sehat, hingga taman kota, musik penuh energi itu bergema, mengajak siapa pun untuk ikut bergerak. Indonesia pun tak luput dari demam ini.
Yang menarik, Zumba kini melampaui citra lamanya sebagai olahraga penurun berat badan. Di tengah ritme hidup urban yang serba cepat, kelas Zumba menjelma menjadi ruang terapi sosial. Peserta datang bukan hanya untuk membakar kalori, tapi juga untuk melepas stres, menambah teman, bahkan mengganti “nongkrong akhir pekan” dengan sesuatu yang lebih sehat dan fun.
“Kalau ikut Zumba, rasanya kayak party tapi sehat. Habis kelas, badan capek tapi hati senang,” ujar salah satu peserta dengan wajah masih berkeringat namun penuh senyum.
Fenomena ini semakin diperkuat oleh media sosial. Video singkat tentang koreografi Zumba dengan musik kekinian kerap viral, membuat lebih banyak anak muda penasaran dan ingin mencoba. Tak jarang, kelas Zumba bertransformasi menjadi semacam mini festival: ada sesi foto, merchandise komunitas, hingga kolaborasi dengan brand makanan sehat.
Lebih jauh, Zumba juga menjadi ruang inklusif. Tak ada syarat bentuk tubuh, usia, atau kemampuan menari. Semua orang bisa ikut, dari pekerja kantoran yang butuh relaksasi, ibu rumah tangga yang mencari hiburan, hingga mahasiswa yang ingin tetap fit tanpa harus berurusan dengan alat-alat gym.
Kini, Zumba bukan lagi sekadar olahraga. Ia adalah selebrasi hidup—tentang kebebasan bergerak, tentang musik yang membangkitkan semangat, tentang komunitas yang saling menyemangati. Dan setiap kali musik berdentum, langkah kaki menari, serta teriakan “woohoo!” terdengar, ada satu hal yang pasti: energi kebahagiaan sedang menular.
Salah satu yang terkenal di kota Palu adalah Yens Studio yang terletak di jalan Ramba lorong 1 yang di pandu oleh instruktur berpengalaman sekaligus owner Zin Yenny.
Komentar