oleh

FK-KBPKKM Gelar Aksi Unjuk Rasa di PT IGIP: Tuntut Keadilan untuk Masyarakat Pesisir Morowali

Morowali – Forum Komunikasi Keluarga Besar Pesisir Kepulauan Kabupaten Morowali (FK-KBPKKM) menggelar aksi unjuk rasa di area PT Indonesia Guang Ching Industrial Park (IGIP), Kamis (11/9/2025). Aksi ini merupakan bentuk penyampaian aspirasi masyarakat pesisir kepulauan yang merasa semakin terpinggirkan di tengah gencarnya industri nikel.

Di balik gemerlap industri nikel yang menjanjikan kemajuan, masyarakat pesisir mengaku merasakan ketidakadilan. “Kami tidak menolak pembangunan, tetapi menuntut keadilan. Kami ingin menjadi bagian dari kemajuan, bukan sekadar penonton di kampung halaman sendiri,” tegas pernyataan sikap FK-KBPKKM.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, forum ini menyoroti lima isu krusial yang dinilai menggambarkan ketidakseimbangan antara kepentingan industri dan kesejahteraan masyarakat lokal:

1. Ketenagakerjaan Lokal Belum Berkeadilan

FK-KBPKKM menilai proses rekrutmen tenaga kerja di PT IGIP tidak transparan. Job fair yang pernah diadakan dianggap hanya formalitas tanpa sosialisasi memadai.
Warga lokal banyak ditempatkan di posisi pekerja lapangan dengan jenjang karier terbatas, sementara jabatan strategis didominasi pendatang.

Forum ini menuntut:

Jalur pembinaan khusus bagi warga lokal agar kapasitasnya meningkat.

Kebijakan afirmatif yang memprioritaskan pelamar lokal.

Minimal 50% tenaga kerja berasal dari masyarakat setempat sebagai bentuk komitmen nyata.

2. Pengusaha Lokal Terpinggirkan

Menurut forum, keberadaan perusahaan besar seharusnya menjadi katalisator ekonomi lokal, bukan justru mematikan usaha warga. Banyak jasa, seperti rental mobil, outsourcing, hingga pemilik kios, lebih banyak menggunakan tenaga dan layanan dari luar daerah.
FK-KBPKKM meminta PT IGIP memprioritaskan pengusaha lokal dalam rantai pasok untuk mendongkrak ekonomi masyarakat sekaligus menciptakan hubungan yang harmonis.

3. Dampak Lingkungan yang Mengkhawatirkan

Forum mengkritisi polusi debu dari aktivitas perusahaan yang mengganggu kesehatan warga, penyiraman jalan yang tidak merata, hingga limbah konstruksi yang dibuang ke laut dan mencemari ekosistem pesisir.
Masyarakat menuntut pertanggungjawaban perusahaan atas pencemaran ini, termasuk kompensasi atas:

Dampak debu (pencemaran udara)

Kebisingan

Pencemaran laut

Dampak banjir bagi masyarakat terdampak

4. Janji Pasar dan CSR yang Belum Terwujud

Janji pembangunan pasar yang sudah lama dilontarkan dinilai tidak kunjung terealisasi. Lokasi rencana pembangunan pasar justru digunakan untuk cetakan gorong-gorong.
Selain itu, program Corporate Social Responsibility (CSR) dianggap masih seremonial dan belum menyentuh akar masalah.

FK-KBPKKM meminta:

Segera merealisasikan pembangunan pasar.

Mendesain ulang program CSR agar lebih tepat sasaran.

Memberikan beasiswa khusus bagi anak-anak wilayah pemberdayaan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, sebagai investasi jangka panjang peningkatan kualitas SDM lokal.

5. Persoalan Sampah dan Krisis Air Bersih

Masyarakat juga mengeluhkan penanganan sampah yang tidak memadai. Masuknya tenaga kerja perusahaan menambah volume sampah yang dibuang sembarangan.
Selain itu, warga Desa Sambalagi kehilangan sumber air bersih Sungai Bokulu yang kini diambil perusahaan. Bendungan air bersih yang sempat dibangun pun tidak efektif karena masalah lahan.
FK-KBPKKM mendesak perusahaan segera mencari solusi persoalan air bersih bagi masyarakat.

Kesepakatan Bersama

Dalam pertemuan antara perwakilan FK-KBPKKM – Irfan, Rangga Pratama, Herlan, Farham, dan PJ Kades Sambalagi Syahrir Sair – dengan manajemen PT IGIP yang diwakili Zhao Gaochao Edison dan Wang Shourong, disepakati beberapa langkah awal, antara lain:

Evaluasi kinerja sejumlah pihak internal PT IGIP dalam 1 minggu.

Pembukaan lowongan tenaga kerja lokal untuk posisi staf dan admin dalam 2 minggu.

Keterwakilan masyarakat Sambalagi, Were’ea, dan Bungku Selatan untuk posisi Humas dan HRD.

Pembahasan kompensasi debu, pencemaran laut, dan dampak banjir dalam waktu 3 minggu.

Percepatan pembangunan pasar dan keterbukaan informasi beasiswa ke Tiongkok untuk masyarakat lokal.

Penentuan titik lokasi air bersih dan tempat pembuangan sampah dalam 1 minggu.

Maksimalisasi penyiraman jalan di Desa Sambalagi dan Were’ea.

Fasilitasi pertemuan FK-KBPKKM dengan outsourcing terkait jam kerja, jadwal gajian, dan tenaga driver/operator dalam 1 minggu.

Diskusi pemberdayaan unit usaha lokal dalam 1 minggu.

“Surat pernyataan sikap ini bukan sekadar keluhan, melainkan seruan agar perusahaan melihat masyarakat lokal sebagai mitra strategis dalam pembangunan,” tegas forum. Jika tuntutan ini diabaikan, FK-KBPKKM menyatakan siap menggelar aksi yang lebih besar.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru