Morowali – Angka perceraian di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara tahun 2025 menunjukkan tren peningkatan yang cukup tajam. Hingga awal Oktober, Pengadilan Agama Bungku telah menangani 652 perkara perceraian, dengan 582 di antaranya sudah diputuskan. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun.
Jika dibandingkan dengan tahun 2024, kenaikan tersebut terlihat jelas. Tahun lalu, jumlah perkara yang masuk sebanyak 614 kasus, sementara tahun ini sudah menembus 652 kasus hanya sampai awal Oktober. Artinya, dalam sisa waktu tiga bulan ke depan, jumlahnya hampir pasti akan melampaui tahun sebelumnya.
Menariknya, perkara perceraian yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) justru menurun. Dari 38 kasus di tahun 2024, pada tahun ini tercatat hanya 16 kasus hingga Oktober.
Faktor Penyebab Perceraian
Peningkatan kasus perceraian ini dipicu oleh sejumlah faktor. Dari data yang dihimpun, penyebab terbesar adalah perselingkuhan. Selain itu, masalah rumah tangga lain yang turut memicu perceraian antara lain kebiasaan mabuk-mabukan, perjudian, praktik poligami, tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta perselisihan berkepanjangan yang kerap berakar pada masalah ekonomi.
Perselingkuhan menjadi faktor dominan yang paling sering memicu keretakan rumah tangga, disusul oleh pertengkaran akibat tekanan ekonomi dan gaya hidup yang tidak sejalan.
Catatan KDRT
Kasus KDRT juga masih kerap muncul di wilayah ini. Sepanjang Juli hingga September 2025, Pengadilan Agama Bungku mencatat rata-rata tiga kasus KDRT setiap bulan. Angka ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi salah satu persoalan serius di balik meningkatnya perceraian.
Tren Tahun ke Tahun
Secara keseluruhan, angka perceraian di Morowali dan Morut terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Meskipun berbagai upaya edukasi dan mediasi telah dilakukan, tren perceraian tetap sulit dibendung, terutama dengan semakin maraknya kasus perselingkuhan yang menjadi pemicu utama kehancuran rumah tangga.
Komentar