oleh

Opini: Hilangnya Simbol Kesederhanaan (Pejabat, Pesta dan Perempuan)

Opini: Hilangnya Simbol Kesederhanaan
(Pejabat, Pesta dan Perempuan)

Pejabat publik sejatinya adalah pelayan masyarakat. Mereka seharusnya menjadi cermin kesederhanaan dan harapan, simbol yang mencerminkan denyut nadi rakyat yang diwakilinya. Namun, realitas hari ini justru memperlihatkan wajah berbeda: pejabat yang terjebak dalam panggung pencitraan dan kemewahan. Bahkan terkadang kebablasan di ruang sosial.

Viralnya sebuah video seorang oknum anggota DPRD Gorontalo mempertegas jarak itu. Dalam rekaman yang ramai di media sosial, publik disuguhi potret gaya hidup yang bertolak belakang dengan moralitas wakil rakyat: dugaan pesta minuman keras, kemewahan, dan penyebutan “wanita hugel” yang hendak menghabiskan uang Negara dengan tertawa seolah merendahkan publik. Konten ini memantik kemarahan publik yang terus bergulir.

Fenomena semacam ini menunjukkan betapa citra pejabat publik tengah mengalami krisis makna. Di saat rakyat masih berjibaku dengan kesulitan ekonomi, justru para wakilnya kerap mempertontonkan kehidupan serba mewah di media sosial: barang bermerek, kosmetik berlebih, hingga bibir merah menyala yang jadi simbol “glamor” baru. Semua itu bukan lagi sekadar gaya pribadi, melainkan pesan visual yang menyakiti rasa keadilan rakyat. Dan tidak sedikit para oknum pejabat yang tersandung kasus serupa, hilangnya moralitas.

Ketika kesederhanaan tak lagi menjadi etika dasar pejabat publik, jarak psikologis antara pemimpin dan rakyat akan makin melebar. Padahal yang dibutuhkan saat ini bukanlah pertunjukan gaya hidup, melainkan teladan integritas, kesahajaan, dan tanggung jawab. Tanpa itu, kepercayaan publik akan terus tergerus, dan institusi wakil rakyat hanya akan dipandang sebagai panggung sandiwara.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *