oleh

Tentang Warda Dg Mamala dan Kebesaran Hatinya

MORUT- Dalam lintasan panjang kerja jurnalisme saya yang menyorot dinamika politik Morowali Utara, ada satu nama yang selalu menarik untuk ditengok kembali: Warda Dg Mamala. Ia bukan sekadar tokoh, melainkan cerita tentang ketabahan yang diuji waktu.

Sejarah politik daerah ini mencatat, Warda telah menempuh jalan terjal, jalan yang dilalui di tengah badai internal partai, saat riak kepentingan saling beradu dan kesetiaan diuji oleh keadaan. Namun dari pusaran itulah watak kepemimpinannya ditempa. Ia tidak tumbuh dari kenyamanan, melainkan dari kesabaran.

Warda Dg Mamala adalah politisi yang memilih setia pada pengabdian, bukan pada dendam. Ketika kekecewaan seharusnya melahirkan amarah, ia justru menjawabnya dengan keteduhan. Saat banyak orang mungkin memilih membalas, ia memilih membuktikan. Diamnya bukan kekalahan, melainkan jeda untuk menguat.

Dalam politik yang sering bising oleh ego, Warda hadir dengan kerendahan hati. Ia merangkul, bukan memukul. Ia mengajak berjalan bersama, bahkan ketika itu menuntut pengorbanan pribadi. Di DPRD Morowali Utara, kepemimpinannya terlihat nyata, membangun kebersamaan lintas pandangan, menjaga marwah lembaga, dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.

Dalam setiap rapat penting, dalam setiap dengar pendapat, ia berdiri di garis depan memperjuangkan suara warga. Ia terbuka pada koreksi, lapang menerima kritik, dan konsisten memberi yang terbaik untuk daerah yang ia cintai.

Seorang politisi yang tidak pendendam adalah pemimpin yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Dari kemapanan batin itulah lahir kebijaksanaan memimpin.

Warda Dg Mamala adalah berlian politik milik Partai Golkar, berkilau bukan karena sorotan, tetapi karena proses. Terbentuk dari tekanan, mengeras oleh ujian, dan tetap kokoh berdiri.

Berlian yang melambangkan kemuliaan, keteguhan, dan keabadian pengabdian.
Di tengah dinamika politik Morowali Utara yang terus bergerak, Warda Dg Mamala membuktikan satu hal:
politik yang besar tidak lahir dari dendam, tetapi dari hati yang teduh dan kerja yang tuntas.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *