Morowali Utara — Tujuh puluh delapan tahun bukan sekadar hitungan waktu. Ia adalah jejak kasih Allah Tritunggal yang menuntun langkah demi langkah Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) — dari ladang-ladang pelayanan sederhana, dari rumah-rumah ibadah kecil di tengah kampung, hingga kini menjadi tubuh Kristus yang hidup di tengah dunia yang terus berubah.
Di setiap masa, tangan Allah Bapa menopang.
Di setiap pergumulan, kasih Kristus menebus dan menguatkan.
Dan di setiap panggilan, Roh Kudus menyalakan api pengabdian agar GKST tetap berdiri — bukan karena kuat dan gagahnya manusia, tetapi karena kasih yang tak berkesudahan.
Kini, di usia ke-78 tahun, GKST diajak untuk berhenti sejenak dan merenung dalam diam.
Apakah kita masih mengabdi pada Allah yang sama?
Apakah mata kita tetap memandang pada yang tersisih, tangan terulur pada yang terluka, dan rangkulan kita pada alam yang tereksploitasi?
Mengabdi kepada Allah Tritunggal berarti membiarkan diri dituntun oleh kasih, bukan oleh kepentingan. Melayani berarti menghadirkan wajah Kristus di tengah penderitaan manusia. Mendidik umat berarti menumbuhkan iman yang berpikir, berakar, dan berbuah dalam kehidupan.
Kiranya dalam ulang tahun ke-78 ini, GKST tidak hanya merayakan perjalanan panjang, tetapi juga memperbarui arah langkahnya:
menjadi Gereja yang mendengar lebih dalam,
melayani dengan lebih tulus,
dan mendidik dengan hati yang dipenuhi Roh Kudus.
Sebab pada akhirnya, semua kembali pada satu tujuan:
supaya Allah Tritunggal dimuliakan,
dan umat-Nya hidup dalam kasih yang membebaskan.
Soli Deo Gloria.
Sumber: Sinode GKST

 
  
																						







Komentar